Aku percaya bahwa setiap manusia memiliki fase yang indah dalam hidupnya, bahkan fase terburuk sekalipun. Tapi di balik itu semua Tuhan telah menimbang sesuai dengan takaran kekuatan hamba-hambaNya. Bisa jadi tangis Mbok Darmi (Tukang Jamu yang sering berdagang di area kampus) tak mampu untuk ku tanggung bagaimana pedihnya. Pun dengan tangisku, apa setara dengan tangis Mbok Darmi? Entahlah…
Beberapa bulan ini Tuhan menjawab sebait doa yang selalu ku sematkan sejak 6 tahun yang lalu. Entah ini fase terindah yang Dia ukirkan atau hanya torehkan luka pada masa mendatang, aku tak peduli dengan itu. Yang ku tahu Tuhan mempertemukan aku dan dirimu dengan alasan yang telah Dia suratkan 50.000 tahun sebelum Dia hembuskan penghidupan pada semesta.
Kamu hadir saat kepercayaanku pada cinta berada pada batas kematian. Ya, saat itu bagiku cinta sudah mati. Namun aku berusaha menyibak semua, mungkin kamu adalah penawar yang Tuhan titipkan? Atau mungkin racun yang akan menjelma nyata nantinya.
Bagiku jatuh cinta padamu adalah kesalahan terbesar yang pernah ku perbuat, bahkan sampai saat ini aku masih menyimpan rasa salah yang teramat pada kekasihmu dulu. Aku merasa menjadi seorang penjahat, parasit yang tumbuh dalam semi cinta kau dan dia. Namun berkali-kali kamu bilang, tak ada yang salah, tak ada yang jahat. Bukankah kita tak pernah tau siapa yang tertambat untuk menyempurnakan separuh agama? Bukankah Tuhan tak pernah salah untuk menitipkan rasa. Namun tahukah kamu, pada saat itu untuk pertama kalinya aku menangis karena cinta, bukan, bukan karena dirimu. Tapi aku berulang kali bertanya pada Tuhan apakah rasa ini sudah tepat adanya?
Sayang, sungguh kau membuatku bingung. Apa aku harus melanjutkannya, atau berhenti cukup di sini saja. Namun pengakuanmu bahwa kau juga memiliki rasa yang sama di malam itu apakah masih kurang sebagai sebuah pembuktian?
Kedua kali ku menangis, adalah saat aku sadar bahwa selama sebulan itu aku menjalin rasa dengan kekasih orang. Malam itu masih ku ingat jelas kau bertanya apakah ada orang lain di hatiku? Tentu tidak sayang, tidak.. aku bukan wanita sekuat itu, yang dapat mencintai lebih dari satu lelaki dalam waktu yang sama. Malam itu kau ceritakan bahwa kau telah berpisah dengannya. Bukan kau yang memutuskan, tapi dia. Aku bahagia sekaligus meragu, apakah hatimu telah seutuhnya hanya terdapat diriku? Bagaimana jika saat itu kau tak berpisah dengannya? Bahkan mungkin hingga saat ini aku hanya hidup dalam bayangmu dan dirinya.
Sayang… apa caraku mencintaimu masih kurang tepat? Namun teman-temanku berulang mengatakan bahwa aku wanita terbodoh yang bertahan dengan rasa yang semakin dalam padamu. Hingga malam itu tiba, maafkan aku yang telah lancang membuka ponselmu tanpa seizinmu. Maaf, aku tak sengaja membuka pesamu dan dia. Aku hanya berniat mencari dengan nama apa kau menyimpanku dalam ponselmu. Namun tak sengaja aku menemukan namanya berada di atas pesanku. Ya nama yang sama seperti beberapa pesan perpisahan yang kau simpan dalam galery ponselmu. Sayang, aku sakit saat itu. namun entahlah menangispun aku tak sanggup. Sayang, kamu tahu aku hanya hamba Tuhan yang lemah. Dia yang begitu perkasa saja tak mau diduakan, apalagi hanya aku seorang hamba yang lemah dalam kefanaan. Saat itu ketika menatapmu berasa ada luka yang tersiram air cuka dalam hatiku. Namun aku berusaha menahan lelehan bulir panas saat menatapmu, namun saat berlalu entah bagaimana aku tak kuasa menahannya. Sayang maaf, aku sudah berusaha melupakan semua, namun entah bagaimana sakitnya masih jelas terasa.
Maafkan aku yang sampai saat ini masih menyimpan tanya, apa hanya aku perempuan yang mendapatkan perlakuan istimewa darimu? Atau mungkin aku hanya terlalu berlebih mengartikannya, dan engkau melakukan semua pada semua wanita? Apalagi saat teman wanitamu menghampiri kita yang tengah berbincang berdua, dia bertanya siapa diriku? Dan engkau tanpa berpikir panjang mengatakan hanya sekedar “teman”. Sayang, aku berusaha mengerti tapi entah itu berasa sakit di ulu hati. Tak bisakah kau hanya menjawab siapa namaku dan berasal darimana diriku? Aku tak memintamu mengumumkan siapa aku bagimu, namun, tak bisakah kau menjaga perasaanku? Aku tak tahu sayang. Yang ku tahu bahwa biar rasaku padamu biar menjadi urusanku saja pada Tuhan, soal perasaanmu aku berusaha memasrahkan padaNya.
Sayang, maafkan aku yang selalu menuntutmu melakukan ini itu, maafkan aku yang selalu memintamu menjemput atau mengantarku ke tempat yang ku mau. Maafkan aku yang selama ini menekanmu, maafkan aku yang belum bisa mengerti dan memahamimu. Namun sayang ketahuilah, aku melakukan itu semua hanya untuk bisa bersua denganmu barang beberapa menit saja, meluruhkan rindu ini sayang. Sekedar itu, meski hanya beberapa detik menatap garis-garis kerut di wajahmu, memastikan bahwa kamu baik-baik saja tanpa aku di sisimu. Maafkan aku yang masih egois dalam mencintaimu, namun aku selalu belajar, memantaskan diri untuk nanti bersanding denganmu jika Dia meridloi. Maafkan keraguan-keraguanku yang di awal telah ku tuliskan, tapi jujur masih sulit bagiku untuk percaya pada cinta seseorang. Namun denganmu aku mau belajar, namun denganmu aku berusaha memahami kezuhudan cinta.
Terimakasih sayang, telah mempersembahkan rasa itu untukku, terimakasih telah mau bersabar denganku yang seringkali marah tanpa alasan. Aku mencintamu dengan alasan yang tak pernah ku tahu. Bertahan denganmu adalah keputusan terindah yang tak pernah ku sesali bagaimana akhirnya nanti, dan menunggumu adalah penantian yang berusaha ku persiapkan sebaik mungkin untuk memantaskan diri bersanding denganmu. Sayang katamu soal hatimu dan hatiku, biarlah menjadi urusan antara kau, aku, dan Tuhan. Ya, aku mengerti…
Biarlah aku menjadi seseorang yang selalu berkata “aku menunggumu, entah kamu datang atau tidak, aku akan tetap menunggumu” untukmu yang berkata “entah kamu masih ada di sini atau tiidak, aku akan datang”.
cinta adalah soal kesabaran, biarlah menjadi urusan Tuhan Dia meridloi atau tidak kita bersatu nantinya. namun satu hal yang kita pelajari, yakni bersabar, melatih kezuhudan cinta.
aku di sini masih sama, memantaskan diri, menantimu..